Bali Yang Sederhana Namun Mengesankan
Seorang
perempuan berparas cantik berdiri membukakan pintu dan mempersilakan kami
masuk. Senyumnya sangat manis ditambah tahi lalat kecil di atas bibir membuat
wajah orientalnya semakin manis. “Ayunda Bumi”, dia memperkenalkan diri dan
menyalamiku dengan hangat.
Dia
adalah kakak kandung Bintang yang sudah tidak tinggal di Surabaya sejak menikah
2 tahun lalu. Kak Bumi dulu adalah seorang bankir. Namun sejak menikah dia
resign dari pekerjaannya dan memutuskan pindah ke Bali untuk mendampingi suami.
Kesibukannya mengurus rumah tangga tidak menyurutkan sedikitpun kemampuan
analitiknya di dunia ekonomi. Satu tahun belakang ini Kak Bumi aktif menulis
artikel tentang perekonomian di Indonesia. Aku pernah membaca salah satu
artikelnya tentang ekonomi mikro yang dimuat harian kompas belum lama ini.
Selain
itu, untuk menyalurkan passion-nya, Kak Bumi merintis bisnis kuliner disini.
Akibatnya dia jadi sangat sibuk sekarang. Mungkin ini juga yang menyebabkan dia
jarang sekali pulang ke Surabaya. Aku sudah beberapa kali ke Surabaya tapi belum
pernah sekalipun bertemu dengannya. Ini benar-benar kali pertama.
Kami
datang ke Bali untuk memenuhi undangan Kak Bumi dan Kak Doni. Meraka akan menggelar
acara syukuran tahun pertama kelahiran Diandra, putri mereka, lusa yang
kebetulan jatuh di hari weekend. Bintang dan aku sudah berada disini sejak
kemarin. Kami bertolak langsung dari Jogja ke Bali. Sedangkan Tante Indah, Om
Rudi, dan Dik Bulan dijadwalkan akan tiba sabtu siang ini.
Bintang
bersiap ke Ngurah Rai menjemput mereka. Sementara aku masih sibuk di dapur
membantu Kak Bumi menyiapkan beberapa makanan khas Bali. Kak Bumi sangat lihai
dibidang masak-memasak dan punya selera rasa yang tinggi. Tidak heran kalau
bisnis kulinernya cukup berkembang disini.
Menu
utama untuk siang ini adalah sayur sop dan ayam betutu yang iconic dengan bumbu
rempah dan rasa pedasnya. Tentu saja ini adalah hasil olahan tangan Kak Bumi.
Aku hanya membantunya sedikit. Proses memasak ayam betutu ini susah-susah
gampang ya ternyata dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kita harus
memasukkan bumbunya ke bagian dalam perut ayam kampung. Permukaan atau bagian
luar daging ayamnya juga dilumuri bumbu kemudian dibungkus dengan daun pisang
lalu dipanggang. Nah, proses pemanggangannya ini yang tidak sebentar, bisa sampai
3 atau 4 jam. Kata Kak Bumi supaya dagingnya benar-benar matang, lembut, dan
gurih.
Kami
juga membuat lawar kuwir. Aku masih sangat asing dengan jenis makanan ini. Tapi
setelah membantu Kak Bumi di dapur ternyata cara membuatnya cukup mudah. Lawar
ini merupakan campuran sayuran dan daging cincang yang dilumuri bumbu Bali.
Sebenarnya lawar ini biasa diolah oleh masyarakat setempat dengan campuran
daging babi. Tetapi karena kami muslim, maka kami ganti dengan kuwir atau
daging bebek entog. Daging entog yang dicincang dicampur dengan potongan
sayur-sayuran. Kali ini didominasi dengan kacang panjang, kemudian dicampur
dengan parutan kelapa dan dilumuri bumbu Bali yang khas. Aku pribadi tidak suka
daging bebek apalagi entog karena bau amisnya yang kuat. Tapi Kak Bumi punya
cara sendiri untuk menangani ini.
Tante
Indah sangat suka dengan urap. Untuk itu Kak Bumi dan aku pagi buta tadi ke
pasar untuk membeli beberapa sayur tambahan. Kami membuat urap khas Bali,
namanya serombotan. Cara membuatnya cukup mudah. Sayur-sayuran seperti kacang
panjang, bayam, kangkung, terong bulat, buncis, tauge, dan pare dipotong-potong
sesuai selera lalu direbus. Selanjutnya membuat sambal kelapa dengan cara
menggoreng bumbu-bumbu seperti cabai rawit, cabai merah iris, bawang putih,
irisan lengkuas, dan terasi. Setelah bumbu digoreng kemudian dihaluskan,
ditambahkan garam, lalu campur dengan kelapa sangrai, dan diaduk rata.
Sedangkan untuk membuat bumbu koples, cukup dengan menghaluskan bumbu seperti
cabai rawit, garam, terasi, kecap manis, gula pasir, dan kacang tanah goreng.
Lalu tambahkan sedikit air matang dan jeruk limau. Dua macam sambal sudah selesai
dibuat, selanjutnya sayur-sayuran yang sudah direbus tadi dilumuri sambal
kelapa dan sambal koples diatasnya. Mmmm so yummy. Sebagai tambahan, kami
taburi dengan kacang merah dan kacang kedelai rebus.
Tidak
lupa kami membuat minuman segar yang cocok untuk cuaca terik seperti siang ini.
Namanya es timun jeruk. Cara bikinnya mudah dan tidak butuh waktu lama. Kita
hanya perlu menyerut buah mentimun yang sudah dibuang bijinya. Kemudian
mencampurnya dengan jeruk Bali. Lalu menghidangkannya dengan es batu, air gula
yang telah direbus, atau sirup kesukaan. Semuanya kami siapkan di wadah yang
berbeda supaya mereka bisa memilihnya sesuai selera dan takaran manis
masing-masing.
Jam
dinding menunjukan pukul 12.00 waktu Indonesia bagian tengah. Bintang dan Kak
Doni sudah meluncur ke bandara. Meja makan pun kini sudah dipenuhi beraneka
jenis makanan rumah. Sambil menunggu kedatangan mereka, aku dan Kak Bumi
bersantai di depan TV bersama Diandra yang sudah bangun dari tidurnya. Pukul 13.15
waktu setempat, mereka berlima datang. Kami makan siang dan bercengkerama
bersama. Seperti biasa, Om Rudi selalu berhasil menarik perhatian kami dengan
kelakarnya. Kegiatan yang sederhana namun mengesankan.
Keluarga
Bintang adalah keluarga yang hangat. Aku percaya ini tidak luput dari peran
seorang pemimpin yang membangun istananya penuh cinta dan rasa penghargaan yang
tinggi terhadap siapa saja yang tinggal di dalamnya. Om Rudi meski terlihat
gahar, Beliau adalah seorang Ayah yang lembut dan penuh kejutan. Aku bersyukur Bintang
mewarisi bakat Ayahnya dalam hal ini. Dan aku bersyukur Tuhan menempatkanku di
tengah keluarga ini untuk ikut merasakan kehangatannya.
Comments
Post a Comment