Ohoi Debut dan Leluhur
Debut adalah bagian dari kepulauan kei kecil, Maluku
Tenggara yang terletak di sebelah barat. Debut kepualauan kei kecil berdiri
pada abad ke XVII. Nama Debut merupakan nama pemberian dari keluarga Rusbal
yang berasal dari Bali. Keluarga Rusbal tersebut yaitu seorang nenek keturunan
melmel atau bangsawan ningrat bernama Dit Rareng beserta keluarganya. Nenek tersebut mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tafitik Rusbal
dan seorang menantu bernama Dit Hamar. Pada mulanya keluarga
tersebut ketika pertama kali menginjakan kaki di Kepulauan Kei,
mereka tinggal di
pantai Ngur Wang Ai Nau di Kepulauan Kei Besar.
Keluarga tersebut kemudian membuat perkampungan di tengah hutan yang diberi
nama ohoi Debut di kepulauan Kei Besar.
Perkawinan Tafitik Rusbal dan Dit Hamar dikaruniai 7 orang putra. Seorang
anak dari Tafitik Rusbal dan Dit Hamar perkawinannya tidak direstui. Oleh
karena itu seluruh warisan jatuh ke tangan anak ke 6 mereka yang bernama Mankil
Rusbal. Anak cucu keturunan Mankil Rusbal berpindah ke kepulauan kei kecil
dengan marga nya yang bernama Letsoin sehingga Ohoi Debut Kot Rusbal yang
berada di Kepulauan Kei Besar kosong hingga kini. Tujuan dari berpindahnya anak cucu
keturunan Mankil Rusbal ke kepulauan kei kecil adalah karena ingin
mempertahankan keningratan dan menghindari perkawinan campuran dengan kasta
lain.
Akhirnya mereka membuka kampung yang kemudian dinamakan menjadi ohoimel.
Ohoimel terletak di barat utara kei kecil. Ohoimel dipimpin oleh Rerutama
(Rurut Letsoin).
Setelah itu pada era generasi ke 7, Songsin diangkat
menjadi raja di ohoimel dengan gelar Rat Famel. Songsin merupakan sosok raja
yang angkuh dan selalu memberikan hukuman dengn menyuruh menangkap binatang
buas hidup-hidup. Oleh karena peristiwa itu, sehingga banyak penduduk juga yang
akhirnya meninggal dimakan oleh binatang buas. Keangkuhan dan tindakan raja Songsin kemudian ditentang keras oleh
keluarga Letsoin hingga akhirnya membunuh seluruh kelurga Songsin. Keluarga
Letsoin membuang mayat keluarga raja Songsin ke dalam sebuah goa.
Peristiwa pembunuhan itu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi banyak
orang kala itu. Ketakutan mereka didasari oleh keyakinan bahwa arwah-arwah dari
keluarga raja Songsin akan menghantui dan membalas atas perbuatan mereka. Untuk
menghindari kemungkinan buruk itu akhirnya keluarga yang tidak terlibat dalam
pembunuhan dan penduduk yang ketakutan pindah ke beberapa pulau seperti pulau
Tam, Kur, dan Seram. Beberapa keluarga Letsoin pindah dari ohoimel dan membuka
perkampungan baru di sebelah barat kepulauan kei kecil yang pantainya berbatu.
Kemudian mereka menamai kampung baru tersebut dengan nama yang sama yaitu Debut
dengan tujuan untuk mengenang daerah pertama leluhur mereka yang berasal dari
Bali di kepulauan kei besar yang kini kosong. Woma
Nguur Lou Mel-Vat Barlau adalah
pusat kampung mereka.
Berawal dari marga Letsoin kini berkembang menjadi 5 marga yang menetap dan
mendiami Debut, kepulauan kei kecil. Kelima marga tersebut adalah Letsoin,
Kanarel, Rahwul, Ohoiwutun, dan Jamlean. Debut
berbeda dengan daerah lain yang menjadi tempat baru mereka setelah berpindah
dari Ohoimel seperti pulau Tam, Kur, dan Seram. Pada saat itu kondisi Debut
terlalu penuh oleh penduduk. Akhirnya 50 kepala keluarga diminta untuk pindah
dari Debut dan kembali ke ohoimel. Lalu mereka menamai wilayah dari ohoimel itu
dengan nama ohoililir. Sehingga nama woma dari penduduk Debut dan Ohoililir
adalah sama yaitu “ Nguur Lou
Mel-Vat Barlau ” .
Woma adalah symbol, cirri khas, dan identitas sebuah desa (Ohoi)
oleh nenek moyang, leluhurnya di Kepulauan Kei yang kemudian
dijadikan sebagai symbol dari pusat kampung. Woma kini dijadikan sebagi pusat
pelaksanaan ritual adat. Disini ritual adat tidak dapat dilaksanakan di tempat
manapun kecuali di Woma kecuali upacara adat perkawinan. Sehingga woma memiliki
dimensi kesakralan tersendiri. Nama Woma “ Nguur
Lou Mel-Vat Barlau” sendiri diartikan sebagai symbol yang mencintai warisan
kepemilikan wilayah dan panorama alam berupa pantai, perkampungan tua yaitu
ohoimel yang pantainya berpasir putih indah
(ohoililir).
Bercerita tentang Woma, saya jadi teringat ketika pertama kali subunit
kami datang ke ohoi Debut. Kurang lebih 1 bulan yang lalu, Bapak Karel
Ohoiwutun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Kace (Sekdes Debut)
meminta Tete Mecu (Kakek
Mecu, tetua adat) untuk memimpin kami melakukan ritual adat
sebagai tanda pengukuhan bagi para pengunjung ohoi untuk menjadi anak Ohoi
(desa). Ketika itu sebelum menuju ke Woma yang terletak di dekat dermaga, Tete
Mecu meminta kami untuk memasukan uang koin atau uang kertas seribuan rupiah
untuk dimasukan ke dalam sebuah wadah anyaman daun kelapa. Sedikit gambaran
dari saya bahwa Woma itu bentuknya seperti suatu area kecil kurang lebih 4x4
meter yang dikelilingi oleh pagar bersemen pendek dan dihiasi oleh rerumputan.
Di dalamnya hanya ada seperti tugu semen pendek kurang lebih 1 meter. Bentuk
puncak tugu nya seperti mangkok besar yang dibuat dari semen juga sebagai
tempat untuk meletakan anyaman daun kelapa tadi yang sudah kami isi dengan
beberapa uang koin dan uang kertas ribuan.
Tete Mecu memimpin ritual adat dengan membaca doa berbahasa kei asli
yang sama sekali saya tidak tahu artinya saat itu. Kebetulan saya berada di
barisan depan disusul oleh kawan-kawan subunit. Saya memperhatikan dengan
seksama gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Tete Mecu dan sesekali mengikuti apa
yang beliau katakan. Tete Mecu mengangkat anyaman daun kelapa tadi ke arah
langit sambil membaca doa. Doa berbahasa Kei itu demikian bunyinya :
U sob Duang o we … Ler I raan … Woma Nguur Loumel-Vat Barlau en hov ni
Duad nit hukum kavunin-nalyoan enfakohar im fo ko baran-ran tuvle nif mav en
hov ni vat-vat dit mormasel… o,
A batang matuan im naa bir vavain en ba fo u’vel … U fyaf im en hov buuk
mamenhov bakean adapt I… fo…Woma I ni fatnim im… (pakaian adat dikenakan
dan siri pinang dimakan)
Yoo…yo…yo (3x) diikuti hadirin yang ada.
Artinya:
Hari ini Woma Nguur Loumel-Vat Barlau dengan Tuhan leluhur bersama hukum
adatnya baik yang nyata maupun yang tidak nyata mengukuhkan kamu menjadi putra
putrid negeri ini. Segala restu penyertaannya selalu ada pada kamu sepanjang
hidupmu. Kusandangkan pakaian adat ini dan makanlah siri pinang ini. Kamu
adalah milik negeri ini dan negeri ini adalah negerimu selamanya. Amin.
Dari segi sosial budaya, beberapa budaya yang hingga kini masih
dipertahankan yaitu kekerabatan atau ikatan pela yang lebih sering dikenal
dengan sebutan “ Tea Bel “. “ Tea
Bel merupakan suatu
perjanjian persahabatan antar kampung misalnya saja dalam hal ini adalah ohoi
Debut dengan Danar. Kemudian kampung dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu
masyarakat Ur Siw ( kelompok 9 ) dan masyarakat Lor Lim ( kelompok 5 ). Masyarakat ohoi Debut
sendiri merupakan masyarakat Lor Lim yang tergabung dalam ratschap Rumadian (Rat Man Yeu). Selain budaya ikatan pela, ada juga budaya Maren yang diartikan sebagai pola kehidupan
masyarakat yang bergotong royong. Masyarakat saling membantu dalam banyak hal.
Kehidupan sosial budaya lainnya yang tercermin yaitu budaya kematian.
Kematian merupakan salah satu hal yang dapat mempersatukan perbedaan dan
permusuhan diantara mereka. Jika terdapat kematian atau salah seorang penduduk
meninggal dunia maka sejenak mereka akan melupakan perbedaan dan permusuhan
yang ada untuk bersama-sama memberikan adat Yelim (sumbangan) dengan tujuan untuk
membantu keluarga yang ditinggalkan.
Sejarah asal mula ohoi Debut yang telah saya ceritakan di atas merupakan
hasil dari cerita para tetua adat disini. Melalui Sari ( remaja ohoi
Debut ), beberapa kisah perjalanan leluhur diatas saya dapatkan dari buku
berjudul “ Letsoin dalam
Perjalanan Sejarah oleh Generasi Abad 20 “
yang dimiliki oleh Tete Mecu (Mathias Letsoin, 73 tahun), sang pemuka
adat.
Kuburan di Ohoi Debut
mba,
ReplyDeleteSaya tertarik dari informasi Debut. Sumber informasi mengenai Debut dari mana?*
Terima kasih. Sudah saya tuliskan di paragraf akhir dalam tulisan tersebut.
ReplyDeleteTerima kasih atas tulisannya. Saya mengira Lilis juga ada turunan dari Debut.
ReplyDeleteKalo saya ada, dari mama saya.
Saya dulu juga kuliah di Yogya