Begini Kira-kira

Oh jadi gini to rasanya jadi Buk-Ibuk?.

Seharian di kantor badan tidak fit tetap harus ikut rapat karena tugas dan kewajiban, pulang kantor sore hari sudah dalam keadaan demam dan masih harus nyetir sendiri. Di perjalanan rasanya badan sudah mau ambruk tapi dikuat-kuatin karena harus mampir belanja sayur, ikan, dan keperluan dapur lainnya untuk makan malam suami dan anak-anak.

Kemudian memasak, berdiri bermenit-menit bahkan hingga 1,5 -- 2 jam tak terasa tahu-tahu tumit teriak-teriak karena pegal. Dan sesekali menyeka keringat yang menetes di pelipis.

Begitu hidangan siap, lantas mandi membersihkan diri agar tetap wangi dan fresh menyambut suami pulang kerja. Dan bersolek sedikit agar tidak terlihat pucat dengan taburan bedak dan gincu.

Dua paragraf di atas adalah rentetan aktifitas yang menyita energi juga waktu. Maka sangatlah wajar jika Ibuk-Ibuk sering marah-marah kalau anak-anaknya hanya makan sedikit. Marah-marah itu-selain memang ingin melihat anak-anak sehat dengan asupan gizi yang cukup, juga karena dia tengah lelah menyiapkan yang terbaik dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Apalagi kalau ternyata suami sudah makan malam di luar. Wajar kalau Ibuk-Ibuk jadi kesal dan sensi.

Tapi karena mulianya hati Ibuk-Ibuk, maka luapan emosionalnya tentu hanya sesaat. Esoknya dan esoknya lagi, dia akan tetap melakukan hal yang sama, untuk suami dan anak-anaknya.

Menjadi perempuan dinamis benar-benar tidak mudah. Di kantor dia harus multi tasking (tidak ada pekerjaan yang mudah, semua punya challenge masing-masing). Di rumah dia harus pandai mengurus anak-anak dan melayani suami baik lahir maupun batin. Harus pandai menempatkan diri dan mandiri dalam banyak aspek. Juga harus pandai memanage logika dan hati, mengendalikan yang harus dikendalikan.

Jadi para suami, saat ditanya isterinya masakannya enak atau tidak maka sebaiknya jangan pernah bilang tidak enak. Karena percayalah itu sangat menyakitkan, apapun alasanmu (jangan mengatas namakan kejujuran untuk yang satu ini). Suami wajib membahagiakan isteri lahir batin. Dan memuji masakannya adalah hal sederhana yang bisa menjaga keharmonisan rumah tangga #hasyeeek *kaya udah berumahtangga aja yak wkwkwk

Dan satu lagi, jangan sungkan-sungkan memuji kecantikan isteri (ya walaupun isterimu mungkin ngga secantik mantanmu #loh). Kita kan sama-sama tahu, cantik atau ganteng itu relatif. Semakin berumur, isterimu semakin kendur, dan kamu juga tidak bisa menolak tua kan?. Yang penting nyaman, kamu tidak akan mungkin memilih dia menjadi isteri, kalau dia tidak bisa memberi kenyamanan untukmu (kecuali kasus-kasus pernikahan ekstrim). Pasti kenyamanan menjadi salah satu dari segambreng pertimbangan yang kamu nilai darinya kan?.

Ku tahu tentu menjadi Ibuk-Ibuk tidak sesederhana yang ku bayangkan. Ada banyak hal yang belum ku mengerti. Aku hanya mengira-ngira saja, bukan based on my real life. *Lah wong saya bukan Ibuk-Ibuk, menikah saja belum. Ku kira wajar jika ungkapan colongan di atas hanya seperti kerupuk *melempem atau suara kaleng rombeng.

PS: Tulisan ini dibuat dalam keadaan sensi karena harus makan masakan sendiri yang sudah sampe 4 macam tapi sendirian. Jadi kalau ada kata atau kalimat sumbang, mohon maklum ya.

Comments

Popular posts from this blog

Review Laser CO2 (Tahi Lalat)

Review Diamond Peel Treatment

Pengalaman Saya di Rekrutmen Nestle Indonesia