Made Andi

Beberapa waktu lalu, lepas subuh aku menerima sebuah surel dengan nama pengirim yang tidak asing lagi. Aku cermati isi surel tersebut, untaian katanya santun dan penuh makna. Dan seperti biasa selalu saja ada pesan yang menggugah dibalik apa yang telah tertulis. Tapi hey...ini bukan surel untuk kepentingan sebuah pekerjaan, pendelegasian, balasan permohonan menjadi moderator, FGD, seminar, talkshow beasiswa atau sejenisnya. Ini surel pribadi antara aku dan ya, Made Andi. Kali ini seperti oase. Tiba-tiba aku menjadi sangat bergairah dan semangatku kembali meletup-letup. Bahagia memang sederhana, sesederhana menerima surel pribadi dari I Made Andi Arsana.

Entah kapan persisnya aku mulai mengenal beliau, yang jelas ketertarikanku padanya 2 tahun belakangan ini kian menjadi. Diam-diam aku berguru melalui tulisannya, tentang mimpi, kegagalan dan pencapaian, kesederhanaan, bahkan cinta dan keluarga. Yang tak kalah penting adalah aku belajar tentang indahnya melihat dari banyak sudut pandang. Aku sungguh berterimakasih untuk yang satu ini.

Beliau adalah seorang yang proporsional dalam urusan logika dan rasa menurut kacamata pandangku. Bukan hanya jago berdiplomasi tetapi juga dalam urusan seni. Videonya bernyanyi dan bermain musik cukuplah menjadi pembuktian. Meski suara sumbang dan petikan gitar yang false terdengar di beberapa bagian, itu bukan masalah, toh beliau memang bukan musisi kan?.

Aku tidak melihatnya sebagai seorang dosen, kepala kantor urusan internasional, peneliti, ataupun penulis. Yang terus ku yakini bahwa Pak Andi adalah orang yang sangat baik. A good teacher and a good father. Aku kagum, beliau yang sibuk masih sangat peduli untuk berbagi energi kepada orang lain. Bahkan membagikannya dengan sangat apik dan detail. Mulia sekali.

September lalu dalam acara USA Edu Fair aku secara resmi memperkenalkan diri padanya. Walau dengan perasaan sedikit tidak percaya diri tapi karena tidak ingin melewatkan kesempatan, aku nekat menyela waktunya lepas beliau menyapa tamu-tamu delegasi dari beberapa universitas terkemuka di Amerika waktu itu. Alhamdulillah aku menerima sambutan yang hangat, beliau sangat open dan humble. Kami terlibat dalam perbincangan ringan nan singkat. Di kesempatan itulah aku bercerita sedikit tentang keberadaan Bintang dan Tante Indah yang notabene adalah teman lama beliau saat melanjutkan studi di Wollongong beberapa tahun silam. Bahagia rasanya mendengar Pak Andi masih mengingat baik pertemanan mereka.  

Sedikit penyesalanku adalah tidak sempat membawa serta Bintang saat dia masih di Jogja waktu itu. Dan aku tidak ingin penyesalan itu terjadi untuk kedua kali. Esok kalau Dik Bulan benar-benar melanjutkan studi di UGM, aku akan mengenalkannya pada Pak Andi. Tentu bukan sebagai adikku atau adik Bintang, tetapi sebagai putri bungsu Tante Indah dan sebagai Gamada yang siap menimba ilmu dari tokoh-tokoh inspiratif kebanggaan UGM seperti Pak Andi. Yang ku lakukan ini tentu untuk sebuah misi, bukan tanpa alasan.
                                                      




Comments

Popular posts from this blog

Review Laser CO2 (Tahi Lalat)

Review Diamond Peel Treatment

Pengalaman Saya di Rekrutmen Nestle Indonesia