Suku Dani dari Dokter Dar
Akhirnya aku belajar lagi 1 suku dari
sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Semua berawal dari diskusi dengan
salah seorang dosen di suatu siang. Beliau sudah sepuh dan memang banyak
pengalaman. Ya, Dokter Darmawan beliau adalah salah satu dokter spesialis yang
mengajar tentang ilmu orthodontik di kampusku. Ruang kerjanya terlihat berbeda,
jika dosen-dosen yang lain ruang kerjanya dipenuhi dengan barang-barang atau
souvenir dari luar negeri, dokter Dar (biasa disapa) justru dipenuhi koleksi
barang-barang klasik, berbau etnik, dan kesukuan. Ini menarik mata dan aku
geregetan ingin sekali menanyakan langsung pada beliau tentang barang-barang
itu. Nampaknya beliau memang memperolehnya dari berbagai daerah di penjuru
Indonesia. Aku mengenali beberapa jenisnya seperti dari suku dayak, melayu, dan
barang-barang jawa kuno.
Berawal dari diskusi tentang kelainan
bentuk rahang manusia beralih menjadi perbincangan tentang suku-suku di
Indonesia. Awesome, aku sangat menikmati pertemuan dengan beliau siang itu.
Beliau juga sempat menunjukan beberapa koleksi yang Ia sembunyikan di salah
satu box penyimpanan barang. Terbungkus rapi oleh kain, isinya fosil-fosil gigi
hiu, harimau, buaya, dan beruang. Aku terhipnotis oleh cerita beliau tentang
salah satu suku yang ada di pedalaman papua. Suku Dani di Lembah Baliem.
Akhirnya aku tanya-tanya sama Abang Google untuk mengobati rasa
penasaranku. Dan inilah yang aku peroleh :
Lembah Baliem adalah suatu lembah
yang terletak di pegunungan Jayawijaya. Pegunungan Jayawijaya adalah nama
deretan pegunungan yang terbentang memanjang di tengah provinsi Papua Barat dan
Papua hingga negara Papua Nugini. Deretan pegunungan ini mempunyai beberapa
puncak tertinggi di Indonesia seperti Puncak Trikora (4750 m), Puncak
Yamin (4595 m), dan Puncak Mandala (4760 m) yang diselimuti oleh
salju. Tidak hanya di Eropa atau negara-negara dengan 4 musim saja yang
mempunyai salju. Ajaibnya Indonesia walau hanya 2 musim tapi tetap terdapat
salju walaupun memang hanya di daerah itu saja. Deretan pegunungan Jayawijaya
terbentuk karena pengangkatan dasar laut ribuan tahun silam. Tentu saja untuk
menjadi dataran yang kini menjulang tinggi itu membutuhkan waktu yang sangat
lama. Pada ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut dapat dilihat pada batuan
gamping dan klasik. Oleh sebab itu selain menjadi surganya para pendaki,
pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia.
Lembah Baliem berada di ketinggian 1600
meter dari permukaan laut yang dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya
yang indah dan masih alami. Lembah ini dikenal sebagai grand baliem
valley merupakan tempat tinggal suku Dani yang terletak di Desa
Wosilimo, 27 km dari Wamena, Papua. Selain Suku Dani ada juga Suku Yali
dan Suku Lani. Di Lembah ini terkenal dengan suatu acara “Festival Lembah
Baliem” yang dulu merupakan acara perang antar suku Dani, Lani, dan Suku Yali
sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Festival ini telah berlangsung
secara turun temurun sejak 1989 hingga kini dan diselenggarakan setiap bulan
Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia.
Suku Dani adalah salah
satu suku yang terkenal mendiami lebah baliem. Suku Dani tinggal di rumah adat
yang berukuran kecil dengan bentuk bundar, berdinding kayu dan beratap jerami
yang disebut Honai. Ada pula rumah Suku Dani yang berbentuk persegi panjang
yang biasa disebut Ebe’ai (Honai perempuan). Honai begitu mungil sehingga tidak
dapt berdiri jika berada di dalamnya. Di dalamnya tidak akan kita jumpai
perabotan seperti kasur, lemari, atau cermin. Sangat sederhana namun bersahaja
karena Honai mempunyai filosofi sebagai lambang kesatuan dan persatuan dengan
mempertahankan budaya yang telah diturunkan oleh para pendahulu mereka (nenek
moyang). Untuk memasak, Suku Dani menggunakan istilah “bakar batu” dimana tidak
ada perapian seperti tungku atau kompor. Semua bahan makanan, sayur, daging
babi, atau umbi-umbian semua ditimbun ke dalam lubang di tanah yang telah
dibuat sebelumnya kemudian di tutup dengan batu-batu yang panas.
Suku Dani juga mengenal tradisi potong
jari sebagai lambang kesediahan dan rasa duka cita akibat ditinggalkan anggota
keluarga seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak atau adik karena
meninggal dunia. Tradisi memotong jari merupakan suatu kewajiban bagi mereka
jika hal menyedihkan itu terjadi. Namun selain sebagai lambang kesedihan
tradisi memotong jari juga dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terulang
kembali malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam sebuah
keluarga. Pemotongan dilakukan pada ibu jari dengan berbagai cara seperti
menggunakan pisau, kapak, parang, atau dengan menggigit ruas jarinya hingga
putus. Ada juga yang mengikat jarinya dengan seutas tali hingga aliran darahnya
berhenti dan akhirnya jari akan mati baru kemudian dilakukan pemotongan.
Salah satu puncak di pegunungan Jayawijaya
Pesona alam lembah baliem
Potret suku dani di lembah baliem
Perempuan suku dani dan honai-honai (rumah)
Anak-anak di festival lembah baliem
Memasak dengan cara "bakar batu"
Source and References :
id.wikipedia.org/suku_dani, Nationalgeographic.co.id, Kotawisataindonesia.com, Indonesia.travel
Comments
Post a Comment