People Come and Go
Goedenavond,
Rasanya
Januari baru kemarin, ternyata satu tahun itu cepat sekali. Meski satu tahun
belakangan ini dalam aktivitas yang hampir selalu sama setiap harinya, Alhamdulillah setidaknya bisa naik kelas dari tahun sebelumnya. Banyak bertemu
dan bercengkerama dengan orang-orang luar biasa adalah rezeki luar biasa yang
Allah limpahkan untukku. Tidak tahu dengan cara seperti apa lagi aku harus
berterimakasih padaNya. Tahun ini semacam tahun combo untukku. People come and
go benar-benar terasa, 7, 9, mungkin 11 orang pergi dariku tahun lalu. Kemudian
41 orang baru yang cukup berarti, dihadapkanNya padaku tahun ini.
Lima diantaranya adalah seorang idola-para guru
besar yang menjadi teladan-yang bahkan hanya untuk bermimpi satu meja bersama
mereka saja aku tidak sanggup. Tetapi, keyakinan memang sumber kekuatan dan
mimpi selalu memicu aksi. Setelah rajin bermimpi akhirnya Allah menunjukkan
kuasanya padaku. Aku terlibat dalam pekerjaan bersama mereka yang dulu dan
hingga saat ini tetap ku elu-elukan. Dalam kurun waktu hampir 365 hari aku
telah belajar lebih dari 300 hal baru. Artinya setiap hari selalu ada hal baru
yang bisa ku ceritakan ke Ayah dan Ibu di kampung. Yang termahal dan tidak akan
mungkin sanggup terbayar adalah ilmu hidup dari beliau-beliau itu. Bagaimana
mungkin aku tidak merasa beruntung, saat setiap hari Tuhan memberiku kesempatan
untuk berhadapan dengan mereka yang curriculum vitae nya 69 halaman sendiri?.
You get my point wan, I know.
Empat
diantaranya menjadi teman dekatku. Mereka teman makan, teman sharing, teman
berkeluh kesah, teman ngawur-ngawuran, dan teman gruduk sana gruduk sini.
Walaupun saat ini 1 diantara mereka sepertinya sudah tidak ingin berteman
denganku lagi, dan I don’t know why actually. To be honest I was so sad but anyway
he has a reason and he is entitled to choose. Barangkali tanpa sadar aku
benar-benar telah menyakitinya. Ya sudah, biarkan kedewasaan yang mengambil
alih. Point of view setiap orang kan tidak selalu sama.
Tiga
diantaranya laki-laki baru, yang entah darimana datangnya tiba-tiba njedul bagai panglima berkuda putih yang
siap tempur di medan perang. Lebay ya?. Biarlah saja mereka dengan maksudnya
masing-masing. Endingnya akan seleksi Alam kok Vroh!. Aku lelah dengan mereka
yang pamrih. Aku tetap sama Allah yang tulus memberi kasihnya untukku.
Dan
satu diantara mereka menjadi guruku. Wanita yang dinamis, tanggung, dan super
profesional. A good career woman and a good mother, so inspiring. Beliau ini
yang sering kali mengoleh-olehiku tiap
usai bertugas baik luar kota maupun luar negeri. Karena tahu aku sangat suka
kain-kain etnik, tiap ke luar jawa ada saja buah tangan untukku. Ada tenun dari
Kapuas Hulu, dari Pontianak, Makassar, Kalbar, Alor, Medan, Garut, bahkan
pelosok Madura. Yang sering ia katakan adalah “Ini loh dik untukmu, ku carinya
sampe pelosok”, kalau sudah begitu ku hanya sanggup memeluknya erat dengan
ucapan kamsia. Pernah 2 kali tiba-tiba
njedul ke kantorku dan hanya bilang “Dik kemarin aku kesini, kesono, aku
inget kamu jadi kubawakan ini, semoga suka warnanya”, lalu ngeloyor keluar
bahkan saat aku belum selesai mengucapkan terima kasih. Pernah juga beberapa
kali coklat dan makanan ringan. Aku tersentuh saat menyadari bahwa dengan
melihat sederet yang pernah dia berikan itu, berarti kemana dia pergi disana
setidaknya dia mengingatku. Akhirnya kini aku tidak lagi melihat apa isi buah
tangannya, tetapi ingatkah dia denganku kemarin?. Beliau yang humble, dan aku sudah
jatuh hati padanya sejak pertama bertemu dan ngobrol. Aku bisa merasakan
ketulusannya, bukan karena menginginkan sesuatu. Lagi pula apalah yang ia
inginkan dariku yang hanya butiran debu. Tetapi hati orang memang siapa yang
tahu, kita tidak mungkin bisa mengukur dalamnya kan?. Semoga yang nampak di
permukaan itulah yang sebenar-benarnya.
Setiap
teleponan sama Ayah dan Ibu, ngobrolin ini ono itu, suara mereka terdengar
ringan bahagia mendengar anaknya dikelilingi orang-orang baik dan perhatian
(yang tentu ini juga karena doa-doa mereka yang tak pernah putus). Jadi aku
tidak tega kalau harus cerita keluh kesah atau yang menyayat hati dan membuatku
terisak-isak lemah. Ayah sama Ibu cukup dengar cerita bahagiaku saja. Sesekali
ku sampaikan kekesalan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan pikirku.
Dengan begitu, ku harap mereka akan tenang menjalani hari-harinya di kampung
tanpa merisaukan anak gadisnya yang jarang pulang dan ngga tau diri sepertiku
ini.
Sisanya,
28 orang lainnya cukuplah menjadi pemanis hari-hariku. Jadi, setiap ada yang
pergi ada juga yang datang. People come and go adalah hal biasa, mungkin kita
sulit menerima saat ada yang harus pergi, kita ditinggalkan kemudian merasa
sangat terpuruk. Tetapi kita tidak akan mati sampai disitu bukan?, hidup harus
terus berjalan. Yang perlu dipahami adalah Tuhan tidak akan pernah membiarkan
kita sendirian.
Comments
Post a Comment