Mungkinkah Jatuh Hati?

Suatu pagi, Ketua salah satu organisasi yang saya ikuti, memberitahu saya akan sebuah surat dari Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UGM. Surat itu berisi permohonan kepada pihak Fakultas, dan seluruh organisasi di lingkungan kampus untuk mengirimkan delegasi untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan dan menejemen organisasi. Acara akan dilaksanakan selama beberapa hari di salah satu wisma di daerah Kaliurang. Ketua akan ada
kegiatan di luar kota untuk beberapa hari. Oleh karenanya Ketua mengirimkan saya sebagai delegasi.

Hari itu, para delegasi dari seluruh BEM, HIMA, LEM, DEMA, dan UKM se-UGM dikumpulkan di hall gelanggang. Upacara pembukaan yang dihadiri oleh Pak Senawi selaku Kepala Dirmawa dan jajarannya, disambut dengan antusias oleh para delegasi. Total delegasi kurang lebih 83 mahasiswa dari beberapa angkatan. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa semester 4, semester 6, dan semester 8. Saya sendiri saat itu adalah mahasiswa semester 6.

Kami diberangkatkan dari hall gelanggang menuju Kaliurang dengan 3 mini bus yang telah disiapkan oleh pihak Dirmawa. Saya duduk bersama salah seorang senior di dekat pintu mini bus. Sekian menit berlalu, sesekali saya memperhatikan mereka yang sedang asyik bercengkerama. Tak terkecuali pada 2 orang mahasiswa laki-laki yang duduk di pintu mini bus, tepat di hadapan saya. Mereka terlihat sedang sangat menikmati obrolan. Beberapa saat setelah memperhatikan, satu dari mereka tiba-tiba membuat saya merasakan sesuatu yang sulit untuk dideskripsikan. Naluri saya sebagai seorang gadis seolah hidup kembali. Dia yang bermata agak sendu, berwajah oriental, dan berkulit terang, berhasil menarik perhatian saya.

Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa kami telah sampai di Kaliurang. Kegiatan pelatihan diawali dengan serangkaian kegiatan outbond yang dilaksanakan di tengah hutan. Tempatnya agak jauh dari wisma-tempat kami akan pelatihan. Kegiatan outbond cukup menguras energi, karena banyaknya sesi sehingga berlangsung dari pagi hingga sore hari. Tapi disini kami jadi saling mengenal dan bekerjasama.

Istirahat makan siang tiba. Beberapa dari kami bergantian sholat dzuhur, sebagian mengambil jatah makan siang. Saya duduk di teras gubuk tengah hutan itu. Sambil beristirahat, saya memperhatikan teman-teman lalu lalang sibuk dengan jatah makan siangnya masing-masing. Tiba-tiba dia berlalu dihadapan saya. Berdebar-debar adalah yang saya rasakan saat itu. Saya melihatnya mengambil sesuatu di dalam tas nya yang terletak tidak jauh dari saya. Dia mengambil kain sarung, saya lega, dia muslim.

Lepas kegiatan outbond, dengan mini bus tadi kami meluncur ke salah satu wisma untuk kegiatan pelatihan selanjutnya. Malamnya kami siap meyambut beberapa pemateri. Pemateri favorit saya malam itu adalah Pak Baskoro, protokoler UGM. Karismanya luar biasa dan Beliau sangat inspiring. Pematerian malam itu berakhir pukul 22.00.

Udara terasa begitu dingin, memang Kaliurang ini merupakan salah satu dataran tinggi yang berada di bawah lereng gunung merapi. Sebelum beranjak ke kamar tidur, saya sempatkan menikmati coffe break. Saya mencuri-curi pandang ke arahnya yang juga sedang menikmati coffe break. Dengan harapan saya tidak tertangkap basah saat sedang memata-matainya. Saya ingin biasa saja. Bisa bertegur sapa dan atau sekedar berbasa-basi seperti dengan teman-teman yang lain. Sayang, saya tidak bisa bersikap biasa dengannya. 

Hari berikutnya kegiatan full dengan pematerian. Setiap sesi pematerian selalu di akhiri dengan sesi tanya jawab atau diskusi. Di satu sesi, moderator mempersilakan dia yang sebelumnya telah mengangkat tangan untuk menyampaikan pendapat atau pertanyaan. Disana dia memperkenalkan diri. Dan dari situlah saya tahu siapa dia.

Satu momen saat istirahat siang tiba, saya kembali ke kamar untuk mengambil sesuatu. Saat hendak melangkah ke ruang makan tiba-tiba mata saya tertuju pada secarik kertas yang tertempel di dinding kamar-depan kamar saya. Ada 3 nama yang tertulis jelas dengan tinta hitam di kertas itu. Dan diurutan pertama adalah namanya. Saya kaget karena baru sadar setelah 2 hari ternyata dia tetangga depan kamar saya. Saya jadi salah tingkah.

Lagi, waktu bergulir begitu cepat. Tak terasa kami tiba di akhir pelatihan. Saatnya kembali ke rutinitas kehidupan perkampusan. Saya melangkah menuju mini bus dengan perasaan sedikit aneh. Semacam sedih. Saya berusaha untuk tidak berlebihan, tapi sepertinya saya sedikit melankolis. Sejak pertama kali melihatnya, perhatian saya memang seolah tak mau lepas. Dia, satu dari sekian banyak orang yang saya temui dalam 5 tahun terakhir, yang berhasil membuat perasaan saya sekacau ini hanya dalam waktu yang singkat. Tentang semua yang saya rasakan, yang sulit saya deskripsikan, dan yang berdebar-debar itu, mungkin kah saya jatuh hati?.

Terlepas dari pertanyaan di atas, saya keukeuh ingin menepis kenyataan perasaan saya saat itu. Sepanjang perjalanan saya terus meyakinkan diri bahwa semua yang rasakan adalah hal biasa. Perasaan yang sangat wajar, sewajar ketika seorang gadis bertemu dengan laki-laki baru, itu saja. Tidak ada yang perlu dilebihkan. Mungkin saya hanya butuh waktu untuk penyesuaian terhadap perasaan yang sudah lama tidak saya rasakan.

Tapi apapun itu, yang saya yakini bahwa pertemuan bukanlah suatu kebetulan. Something happens by a reason. Sudah ada skenarioNya yang tidak pernah kita tahu apa alasannya. Apakah menjadikan seseorang adalah guru bagi kita atau sebaliknya menjadikan kita sumber pelajaran bagi mereka, kita tidak pernah tahu. Apakah seseorang akan menjadi bagian penting dalam hidup kita atau sekedarnya saja, kita juga tidak pernah tahu. Dan akankah ada cara Tuhan mempertemukan saya kembali dengannya? atau sebaliknya?, saya tidak pernah tahu. Mari kita lihat chapter selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Review Laser CO2 (Tahi Lalat)

Review Diamond Peel Treatment

Pengalaman Saya di Rekrutmen Nestle Indonesia