Tour de Tual

Hidup di kei kecil sudah 1 bulan lebih tetapi belum mampu menyelami bagaimana keadaan dan tata letak kota Tual. Hal itu lah yang mendasari saya dan teman-teman meluangkan waktu di hari libur kerja menjelang lebaran untuk berkunjung dan berkeliling kota ini. Melalui bantuan ketua OMK (Orang Muda Katolik) akhirnya pada rabu, 7 agustus 2013 kami pergi untuk
menyelami kota Tual.

Tempat pertama yang dikunjungi adalah pasar Tual. Setelah menapaki sepanjang jalan dan lorong yang ada di pasar tersebut akhirnya uang meloloskan diri untuk berpindah tangan ke tangan penjual kembang api dan petasan. Mengingat esok harinya kami akan merayakan hari lebaran atau idul fitri. Tidak jauh dari tempat keluarnya rupiah pertama, bola takraw seolah memanggil dan meminta untuk dibawa pulang. Akhirnya keluar juga rupiah kedua. Kaki kembali melangkah menyusuri setiap lorong. Rupiah ketiga kami keluarkan untuk kopi kei. Kemudian kami mendatangi salah satu penjual emperan yang menawarkan jasa penggilingan kopi dan kelapa. Maksud hati kami ingin menggilingkan kopi kei yang baru saja kami beli. Tidak pernah menduga kami akan ditertawakan oleh penjual jasa dan beberapa pengguna jasa saat itu. karena ternyata kopi kei yang baru saja dibeli tidak dapat digiling langsung. Tetapi harus di goreng (sangria) terlebih dahulu. Akhirnya kami permisi kepada ibu penjual jasa dan memutuskan untuk mengolahnya di rumah penginapan saja. Menurut informasi pengolahan kopi kei tidak harus menggunakan mesin penggilingan atau mesin penghalus namun juga dapat dilakukan secara manual. Pengolahan kopi kei secara manual mudah saja. Kopi yang baru saja dibeli harus digoreng (sangrai) terlebih dahulu baru kemudian ditumbuk menggunakan alat tumbuk tradisional. Di pulau ini alat tradisional tersebut biasa disebut dengan nama lesung dan anak lesung. Lesung adalah wadah yang terbuat dari batu yang terletak di bagian bawah sebagai tempat untuk menyimpan kopi. Lalu alat penumbuknya biasa disebut dengan nama anak lesung yang terbuat dari batu juga. Berbeda dengan lesung dan anak lesung yang digunakan untuk menumbuk atau menghaluskan enbal. Jika akan menumbuk enbal maka menggunakan alat penumbuk dari bahan kayu.

Dari pasar Tual beranjak ke taman kota. Sebelum benar-benar mendaratkan kaki di taman kota sejenak kami berkeliling kota melihat tata letak kota dan seisinya. Kantor Bupati Tual adalah satu-satunya tempat yang paling menggoda mata untuk tertuju pada nya. Bangunan kantor Bupati Tual diluar ekspektasi saya. Desain bagian depan nya menyerupai istana Negara. Putih dan besar, walaupun memang tidak semegah istana Negara. Jauh memang jika dibandingkan atau bahkan tidak dapat dibandingkan. Kantor Bupati kota kelahiran saya di Jawa saja tidak sebagus itu. Kabarnya bangunan kantor Bupati Tual sebetulnya bangunan lama tapi kemudian baru-baru ini direnovasi.

Bagus memang, tapi terlihat kontras dengan bangunan di sekelilingnya. Sedikit pandangan subjektif saya terlihat seperti sejahtera sendiri. Terlihat seperti istana di tengah-tengah gubuk. Taman kota sendiri berdiri tepat di seberang jalan dari jajaran perkantoran pemerintah kota Tual. Setelah pintu gerbang masuk ke taman kota terdapat satu monumen besar bertuliskan sejarah singkat pembentukan kota Tual.

Beranjak dari taman kota kami meluncur ke stadion maren. Sesampainya di stadion maren kami turun dan berjalan menyambangi bagian dalam dari stadion. Gedungnya didominasi dengan warna merah dihiasi beberapa pagar yang telah berkarat dan rusak. Rumputnya hijau namun terlihat kering dan kurang terawat. Saya dikejutkan oleh penampakan beberapa barang ketika untuk pertama kalinya saya mencoba masuk melalui pintu samping dekat loket. Barang-barang itu tidak lain dan tidak bukan adalah pecahan-pecahan botol kaca. Seperti botol minuman keras. Dugaan saya benar, pecahan botol-botol kaca itu adalah bukti bahwa telah terjadi kericuhan di stadion tersebut. Pemuda setempat bilang bahwa hampir setiap diadakannya pertandingan sepak bola pasti selalu saja ada pemicu untuk terjadinya kericuhan.

Saya mendapat cerita dari pemuda setempat bahwa pemuda di desa yang saya tinggali sekarang juga pernah terlibat dalam kasus perusakan fasilitas stadion. Kala itu sedang berlangsung turnamen sepak bola tingkat Maluku Tenggara untuk memperebutkan piala bupati. Di pertandingan pertama tim sepak bola desa yang saya tinggali menang mulus. Sedangkan pada saat pertandingan kedua sedikit terkendala oleh keputusan wasit yang sempat menyatakan bahwa bola tidak gol. Setelah melalui pengkoreksian bola itu dinyatakan masuk dan kembali menang. Para pendukung kesebelasan sempat dibikin kesal. Hari itu para pendukung masih bias menahan kekesalan dan emosi masing-masing. Puncaknya di pertandingan ketiga ketika harus terjadi adu finalty antara kedua kesebelasan yang menghasilkan kekalahan. Disinilah puncak emosi dan ketidakterimaan terjadi. Seluruh pendukung pulang ke desa dengan penuh kegeraman. Malam harinya mereka berkumpul untuk menyusun suatu rencana yang kemudian mereka eksekusi malam itu juga. Mereka kembali ke stadion malam itu. Dengan melompati pagar dan tembok yang memang tidak terlalu tinggi akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam stadion. Mereka merusak seluruh fasilitas yang ada di stadion tanpa terkecuali. Keesokan harinya sontak seluruh pantia kaget melihat seluruh fasilitas di dalam stadion hancur dan berantakan.

Dari stadion malra kami bergegas menuju ke suatu tempat yang telah direncanakan oleh pendamping tur. Konon katanya tempat ini merupakan tempat istimewa yang terletak diperbukitan. Ya, bukit Mas Bait namanya. Bukit ini merupakan salah satu tempat tertinggi di Maluku tenggara yang tepatnya terletak di ohoi gelanit, kepulauan kei kecil. Ketika kita pertama kali sampai di puncak bukit, kita akan disambut oleh beberapa patung Yesus dan replica dari rangkaian  peristiwa penyaliban hingga Yesus meninggal. Bukit ini memang dijadikan sebagai tempat persembahyangan umat nasrani. Namun demikian, umat muslim juga diperbolehkan masuk dan mengambil gambar atau mendokumentasikan tempat ini.

Dari bukit ini kita akan dapat melihat teluk, laut banda, dan hampir seluruh gugusan pulau yang ada di Maluku tenggara. Indah dan menakjubkan adalah yang paling mungkin menajdi kesan pertama seseorang ketika pertama kali sampai di bukit ini. Seperti hal nya saya. Perjalanan pendakian menuju bukit cukup menyita energy. Namun lelah yang kita rasakan akan terbayar jauh lebih mahal ketika kita bisa mencapai puncaknya. Keindahan yang dipersembahkan begitu mengagumkan. Pecah sudah segala lelah ketika sampai di titik tertinggi dari bukit ini. Terlebih lagi jika kita mampu menaiki menara Yesus yang tingginya kurang lebih 7 meter. Di puncak menara itu terdapat patung Yesus yang berdiri di atas globe raksasa yang dapat berputar sebagai penunjuk arah angin. Kita dapat melihat gugusan pulau Maluku tenggara dengan lebih jelas dari puncak menara ini.

Kali ini tiba saatnya kami kembali ke ohoi Debut tempat dimana kami tinggal. Kami cukup-cukupkan untuk menikmati pesona alam yang luar biasa itu. Perjalanan pulang tidak melalui jalur yang biasa. Kami pulang melalui jalan menuju Namar dan Selayar sebelum akhirnya tembus ke ohoi Debut. Terutama Selayar adaah salah satu tempat yang sejak awal ingin saya kunjungi. Akan tetapi belum pernah menemui waktu yang tepat. Hingga akhirnya melalui “Tour de Tual” ini Allah memberikanku kesempatan untuk bisa melihat kampung Selayar yang identik dengan umat muslimnya.

Akhirnya perjalanan berkeliling Tual mencapai klimaks dan ditutup dengan sajian yang mengagumkan. Melekat dalam ingatan dan tak terlupakan seumur hidup.



    Monumen perjuangan pemekaran kota Tual, dibelakangnya terdapat taman kota

Kantor walikota Tual dan mobil untuk kepentingan pemilukada yang dipinjamkan kepada pemuda Debut

Puncak menara di bukit masbait yang tingginya kurang lebih 7 meter
Pemandangan dari atas puncak menara












Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review Laser CO2 (Tahi Lalat)

Review Diamond Peel Treatment

Pengalaman Saya di Rekrutmen Nestle Indonesia