Mimpi: Sesederhana Bertemu Idola
Sebagai orang yang bukan
asli Jakarta, yang selalu menyaksikan IOSSP (Indonesia Open Super Series
Primer) hanya lewat layar kaca, dan yang sangat menyukai olahraga ini sejak
tahun 2000an, tentu saya sangat norak ketika untuk pertama kalinya bisa datang
ke Istora untuk nonton live. Kenapa baru tahun 2011 lalu bisa nonton live?
Jawabannya cukup sederhana, karena uang. Tentu saja bagi saya yang berasal dari
luar Jakarta membutuhkan uang yang tidak sedikit untuk bisa live, selain tiket
pertandingan, biaya transportasi, tempat bermalam, dan akomodasi lainnya juga
perlu pertimbangan. Dan memang perhelatan ini selalu diselenggarakan di Istora
setiap tahunnya. Dan lagi, tidak mungkin bagi saya meminta uang ke orang tua
hanya untuk menuruti kesenangan semacam ini.
Saat duduk di bangku SMP
dan SMA, tabungan hanya cukup untuk jajan sampingan saja. Hanya saja sejak
duduk di bangku kuliah, saya sudah bisa menabung dengan jumlah yang agak
lumayan. Tahun lalu saya dari Jogja ditemani salah seorang kawan, Chaca
namanya, bertolak ke Jakarta. Untuk selanjutnya berdiam di Jakarta untuk
beberapa hari sambil liburan kuliah. Kami tinggal di rumah tante Chaca.
Pengalaman saya pertama kali ke Istora bersama Chaca, dan 2 orang kakak
sepupunya (Mas Lolo, dan Mas Jati).
Tidak jauh berbeda dengan
tahun sebelumnya, tahun ini, beberapa bulan sebelum perhelatan itu, saya rajin
up date informasi. Saya ingin memastikan bahwa tahun ini juga saya bisa kembali
ke Istora. Memang sejak pengalaman tahun lalu, saya berniat untuk selalu live
Indonesia Open setiap tahun hingga di tahun-tahun mendatang.
Memasuki bulan Juni, saya
mulai sibuk mengurus semua tugas-tugas perkuliahan dan praktikum. Dengan
harapan agar bisa ke Jakarta dengan tenang tanpa meninggalkan tugas untuk
beberapa hari mendatang. Tidak lupa saya urus juga soal tiket keberangkatan. Kali
ini saya membawa misi yang cukup penting untuk sejarah hidup saya (lebay ya J). Saya tidak hanya ingin menonton pertandingan
tiap partainya. Tetapi saya ingin menemui sang idola, Taufik Hidayat. Sejak
2004, saya menjadi seorang fans untuk atlit yang mempunyai motto “winning is an attitude” ini. Tentu saja
karena saya menyukai permainannya. Sejarah kemenangannya pun cukup menjadi
alasan baginya untuk pantas disebut sebagai idola di perbulutangkisan
Indonesia. Disamping itu, yang menjadi favorit saya adalah perjalanan hidupnya
dan kisah-kisah perjuangan dibalik karir suksesnya. Sangat inspiratif.
Misi saya kali ini memang
sedikit memaksa. Dengan segala keterbatasan dan keribetan jadwal di kampus,
saya bersikeras untuk tetap berangkat. Saya ingin live pertandingannya,
setidaknya sekali sebelum dia gantung raket tahun depan. Tapi sayang sehari
sebelum keberangkatan saya ke Jakarta, dia kalah di babak perempat final
(memang prestasinya beberapa tahun belakangan ini tidak stabil). Jadi datang ke
Istora atau tidak, saya tetap tidak akan bisa melihat pertandingannya secara
langsung. Bahkan seumur hidup saya hanya streaming, youtube, atau via layar
kaca. Tapi saya tidak mengurungkan niat karena datang kabar dari Teh Ami-isteri
TH via medsos bahwa TH akan ada di booth TH Arena hari minggu pukul 11.00. Tepat
di hari babak final untuk pertandingan IOSSP. Syukurlah saya masih punya
kesempatan besar untuk bertemu dengannya sekaligus live babak final.
Sabtu sore saya meluncur
ke Jakarta penuh harap. Setibanya di Jakarta saya dijemput oleh Angel, sahabat saya
yang saat ini memang tinggal di Jakarta. Selanjutnya kami berdua melaju ke
Slipi Jaya dengan taxi. Kira-kira pukul 07.30 pagi kami tiba di Anggrek Nelly
Murni, rumah kost kakak sepupu saya, yang secara tidak kebetulan juga pecinta
bulutangkis. Sambil beristirahat, saya sarapan dan lanjut mandi.
Kami bertiga keluar dari
Slipi pukul 09.30 pagi. Tidak disangka
perjalanan ke istora tidak semulus yang saya bayangkan. Karena saya hanya penumpang angkutan umum dan hari itu car free day, dibawalah saya muter-muter
sama si angkot. Ditambah harus naik busway yang harus berebut masuk, penuh
orang, keringetan, lepek, dan sebagainya. Sedangkan acara akan dimulai pukul
11.00. Dan hasil kepoan saya, acara di booth TH Arena tidak akan berlangsung
lama, mungkin hanya 2 jam. Saya mulai gelisah melihat jam sudah pukul 10.30.
Benar saja, saya terlambat. Kira- kira pukul 11.20 saya baru tiba di Istora.
Kacau, adalah perasaan di detik-detik itu.
Akhirnya, saya lari-lari kecil mencari booth-nya, yang berdasarkan
informasi yang saya dapat ada di lantai 2. Saya melihat denah, dan saya sudah berkeliling
mencari tapi tidak ketemu. Saya tanya pada 2 orang crew IOSSP pun tidak tahu.
Disini saya mulai merasa ragu. Sedikit berasumsi mungkin saya yang salah
informasi. Atau acara yang di gembar-gembor di media sosial itu tidak benar?.
Ah, tapi tidak mungkin, saya mendapat informasi langsung dari medsos milik Teh Ami.
Tiba-tiba seorang perempuan melintas di hadapan saya yang saat itu sedang kebingungan. Dia
membawa semacam leaflet bertuliskan Taufik Hidayat Arena.
Saya tegur perempuan itu dan saya tanyakan perihal leaflet di tangannya.
Akhirnya dari perempuan itu saya tahu kalau booth yang saya cari ada di lantai
2 dekat pintu masuk A4. Tanpa pikir panjang, dengan gesit aku melangkah mantap.
Dan akhirnya kesempatan
yang saya harapkan sejak lama datang juga. Saya mendapati seorang laki-laki
yang sudah sejak lama ingin saya temui tengah duduk manis dikerumuni beberapa
orang, tepat di hadapan saya. Saya memperkenalkan diri, berbincang-bincang
kecil juga dengan istrinya yang ramah. Tidak lupa saya mengambil beberapa foto untuk
mengabadikan momen itu. Taufik Hidayat membubuhi tanda tangan di kaos TH Arena
yang kemudian diberikan kepada saya.
Pertemuan itu memang
sederhana, sesederhana momen ketika fans bertemu idolanya, mungkin. Tapi yang saya
pahami dari diri saya dan dari kejadian ini bukan sesederhana itu. Melainkan tentang
proses, bagaimana seseorang melalui waktu demi waktu untuk selalu berupaya. Butuh
waktu 9 tahun dalam hidup saya untuk mendapati apa yang pernah saya impikan
menjadi kenyataan (sesederhana mimpi fans bertemu idolanya). Hal lain yang saya pahami bahwa seseorang pasti akan memimpikan hal
yang berbeda dalam hidupnya. Boleh jadi mimpi juga akan berubah setiap 5 tahun.
Ketika satu mimpi terwujud, maka akan ada mimpi-mimpi lain yang membuat
seseorang tentu akan memulai perjuangan baru untuk meraihnya. Hari ini, 17 Juni
2012 pukul 11.52 am, salah satu mimpi saya telah menjadi kenyataan. Esok saya
akan kembali untuk meneruskan perjuangan yang telah saya mulai untuk
mimpi-mimpi saya yang lain.
Cerita saya ini hanya
contoh kecil dari terwujudnya sebuah keinginan. Ketika mempunyai mimpi maka
berilah kesempatan pada diri kita untuk terus memperjuangkannya dengan
keyakinan, dan saya mengakui betapa keyakinan itu memberi kekuatan yang luar
biasa. Biarkan Tuhan bermain dengan caraNya, kita tetap dengan upaya kita, dan
waktu akan membuktikan.
Comments
Post a Comment